Rabu, 29 September 2010

Pram, Buku yang tak Pernah Selesai Dibaca

“Buku dan pengarangnya adalah sebuah negara tersendiri”

(Alexander Solzhenitsyn)    

Pramoedya Ananta Toer adalah buku. Buku yang seutuh-utuhnya buku. Karena ia buku yang besar, meluas, dan berwibawa, maka ia abadi: Scripta manent verba volant (tulisan itu abadi, sementara lisan cepat berlalu bersama derai angin).

Dan ia yakin akan abadi (W. 30 April 2006). Dan keyakinan itu sudah ia tuliskan dalam sebuah artefak utuh tanpa ragu di halaman 356 kuartet keempat Buru, Rumah Kaca: “Menulislah, jika tak menulis, maka kamu akan ditinggalkan sejarah.”

Pram memang bukanlah buku yang biasa. Buku yang datang tergesa-gesa, cepat, dan setelah itu dilupakan orang. Pram juga bukan buku cengeng, picisan, dan penuh cekikikan. Sebab hidup Pram adalah hidup yang selalu sepi, sunyi, disiakan, sekaligus keras dan berjelaga. Nasib dan respons kehidupan yang tak memanjakan membawanya menjadi buku yang selalu tegak menantang cadas. Apa pun yang mengganggu otonomi tubuh dan pikiran serta ideologinya.

Ia adalah Pramis; individu yang percaya akan kemampuannya dan karena itu ia lampaui otoritas dari siapa pun,apa pun. “Bahkan dengan Tuhan pun aku tak mau meminta,” katanya.

Mungkin, karena sikap konsistensi yang bertumpu pada diri sendiri itu, ia kerap disalahpahami sebagai buku yang kaku, keras, dan sama sekali tak menarik. Mochtar Lubis, lawan politik sastranya, berkata tatkala ditanyai tentang kesannya dengan Bumi Manusia oleh Denny JA: “Buku apaan itu. Datar. Tak menarik. Hanya dua halaman saya tahan membacanya.” Ajib Rosjidi berkata: “Jangan harap karya Pram ada adegan seks yang menegangkan. Membaca percintaan antara Minke dan Annelis saya sama sekali tak terangsang. Malah lucu menurut saya.”

Pram memang bukan buku yang lemah, gemulai, dan menebar senyum. Ia adalah buku yang tegak menantang siapa pun. Tapi ia berdiri tidak dengan segerombolan serdadu dengan samurai terhunus, melainkan menantang dengan senjata bernama buku. Tak ada apa pun selain itu. Pram sendiri kita tahu adalah pribadi yang introvert, tak gaul, dan rendah diri. Bukulah yang membuatnya menyala. Serupa api yang menjilat-jilat. Dan ia datang memang untuk membakar dan melecut semangat perlawanan kalangan muda dan juga dirinya sendiri.

Bagi Pram, menulis adalah melawan. Dan Pram yakin bahwa perlawanan itu bisa dilakukan dengan menulis buku, seperti halnya ia lakukan. Bagi Pram, buku adalah visi, sekaligus sikap. Perjuangan tanpa visi adalah perjuangan yang hanya menanti mati disalip kekuasaan pragmatis setelah riuh pasar malam perjuangan usai diteriakkan. Bukulah yang membuat Pram tidak menjadi massa atau gabus yang dipermainkan ombak di tengah samudera sejarah dan setelah itu takluk terhempas jadi sampah di pantai.

Buku adalah obor, sekaligus kemudi bagi sejarah. Lihatlah, dengan buku Pram menawarkan sejarah yang dipahaminya. Celakanya, sejarah yang dikandung buku Pram adalah sejarah yang selalu bertabrakan muka dengan sejarah resmi yang dikreasi negara.

Dan dengan buku pula, Pram kemudian membangun presepsi yang sama sekali baru tentang apa arti Indonesia, Nusantara, peradaban-peradabannya, serta sejarah orang-orang yang bergolak di dalamnya yang bertarung dalam pusaran sejarah. Terutama sejarah anonim dari orang-orang yang dilindas sejarah.

Dengan begitu, lewat buku Pram menawarkan dunia. Dunia yang diyakininya benar. Dunia orang-orang yang disepelekan sejarah. Orang-orang menyebut usaha ini adalah usaha penulisan sejarah senyap. Yakni, sejarah orang-orang tak terdengarkan. Jika saja bukan usaha Pram menuliskan kembali biografi Tirto Adhi Surjo, mungkin tokoh sentral lahirnya kelompok cendekia yang menulis di awal abad 20-an akan terhapus dari sejarah. Lalu juga kisah orang-orang anonim, tapi penting dalam proses pembentukan kota, peradaban, dan karakter-karakter yang dikandungnya dibasahi Pram dalam bentuk karya imajinasi. Jadilah dunia dalam buku Pram menjadi dunia tersendiri, merdeka, dan sekaligus merangsang pikiran untuk mendudukkan Indonesia dalam konteks yang lebih khusus.

Dengan cara menulis buku itulah Pram menawarkan Indonesia kepada dunia. Tak ada yang lain cara efektif yang dipahami Pram selain dengan buku. Terlalu serak dan pendek umur ucapan sebuah pidato atau semua teriakan. Buku yang punya usia memanjang. Buku adalah arsip. Dan arsip adalah nyawa sebuah bangsa, lengkap dengan segerbong kisah-kisah kemenangan dan kekalahannya. Karena itu novelis eksil Ceko, Milan Kundera, menjadi benar ketika berseru: “Untuk menghancurkan sebuah bangsa, bumihangus buku-bukunya. Niscaya bangsa itu akan lupa. Dan saat itulah ia akan hancur.”

Tak hanya itu, dengan buku itu pula Pram memperkenalkan sekaligus memaklumkan dirinya di hadapan publik dunia. Bagi peradaban maju, usaha-usaha yang dilakukan pribadi-pribadi seperti Pram ini mendapat apresiasi dan kedudukan yang sangat tinggi. Oleh karena peradaban disebut tinggi tatkala masyarakatnya menghormati kerja-kerja arsip dan penulisan. Kerja-kerja itu adalah kerja pengabadian ingatan. Dan Pram melakukan itu dengan tekun dan sungguh-sungguh. Lalu menjelmalah ia menjadi suara lain Indonesia; suara yang tak seragam sebagaimana yang diyakini rezim yang melingkupinya.

Pram memang berambisi besar menjelaskan Indonesia secara tuntas. Maka dia baca buku-buku sejarah, lalu dia tafsir, dan tafsirnya itu berbuah novel. Namanya novel sejarah.

Pram juga tak berkutat pada novel untuk menjelaskan Indonesia. Lalu ia memilih menggunting koran sebagai sebuah kegiatan untuk merangkum Indonesia dalam dunia paling pribadi dan intim Pram. Ia membuat kronik. Sejak 1982 ia merancang Ensiklopedi Citrawi Indonesia atau Ensiklopedi Kawasan Indonesia yang mencitrakan kawasan Indonesia yang beragam, indah, dan kaya tetapi diperintah oleh penguasa-penguasa yang bebal dan jahat.

Kegiatan menulis buku yang setebal-tebal bantal itu dilakukan Pram bukan usaha angin-anginan atau iseng-isengan untuk kebutuhan diri sendiri, tapi diniatkan sebagai tugas nasional. Secara pribadi dan tanpa disokong serta diperhatikan pemerintah, ia bekerja sendiri melakukan itu. Ia bangun sendiri koleksinya, ia rancang sendiri waktu kerjanya dengan kedisiplinan yang luar biasa.

Karena semangat kerja yang dingin, sepi sunyi, dan sendirian itu ia menjadi terlihat sangat individualis dan sekaligus menjadi buku polemis. Sebab ia tak mau menurut dengan asumsi umum yang lazim karena memang masyarakat umum dan pemerintah tak mau tahu dengan dirinya. Dan karakter Pram seperti itu yang menjadikan karakter bukunya menjadi keras dan ofensif.

Sejarah telah mencatat serapi-rapinya bagaimana sikap Pram yang tak mau tunduk kepada aliran kawan-kawan yang dulunya seperjuangan di Gelanggang Merdeka yang juga di sana ia pernah berperan. Ketika ia ditunjuk untuk menjadi pengasuh Lentera, lembar kebudayaan Harian Bintang Timoer yang berafiliasi secara sikap dan mata ideologi dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), ia gigih melakukan polemik dan menantang siapa pun di luar posisi dan sikap yang dibangunnya. Salah satu esainya yang keras, panas, dan menantang: “Jang Dibabat dan Jang Tumbuh”, adalah bukti dari mendidihnya polemik. Dan Pram adalah buku yang berada di titik bara itu.

“Dalam menulis saya harus menciptakan kebebasan diri sendiri,” tegasnya. Dan kebebasan itu memang ia ambil. Tak tanggung-tanggung kata-katanya yang ofensif menyeru-nyerukan serangan kepada setiap kelembekan sikap dan ketakjelasan posisi yang itu bisa menghalau jalannya revolusi yang diyakininya membawa Indonesia ke jalur yang benar. Benar atau salah sikap yang diambil Pram dalam irama politik yang menghentak dan meraung-raung waktu itu, Pram dengan kebebasannya sudah memilih posisi dan sikap. Dan pilihan itu mengantarkannya dalam penderitaan yang panjang dan melelahkan.

Dalam acara bedah buku Pram pada 2003, ziarawan Taufik Rahzen mengandaikan tiga tali simpul dari karya-karya Pramoedya. Simpul kesatu adalah kebenaran. Kebenaran bukan kekuasaan. Kebenaran menuntun sementara kekuasaan memerintah. Kebenaran seperti halnya traktat sejarah adalah tempat orang melanglangi dunia. Kebenaran adalah asas adalah lentera ke mana seseorang melangkah. Dengan kebenaran seseorang jadi tahu dari mana ia berangkat dan mengikuti ke mana pendulum tujuannya bergerak.

Simpul kedua adalah keadilan. Kebenaran harus ditabrakkan dengan kenyataan sosial dalam sirkulasi yang dialektis. Kebenaran yang tidak menyata dan memperjuangkan keadilan bukanlah ajaran, melainkan penjara langit. Di simpul keadilan ini kebenaran diuji dalam golak sejarah, baik di ranah struktural (kekuasaan politik) maupun kultural (strategi kebudayaan). Pertautan antara kebenaran dan keadilan itu yang melahirkan simpul ketiga, yakni keindahan. Keindahan yang dipahami Pramoedya tidak sama dengan keindahan yang dikonsepsikan oleh kalangan Balai Pustaka dan pewarisnya, yakni kemahiran mengutak-atik bahasa. Bagi Pramoedya, keindahan terletak pada kemanusiaan dan perjuangan untuk kemanusiaan: pembebasan terhadap penindasan.

Lalu ia pun dituduh komunis karena “keindahan” yang diyakininya itu. Dengan simpul keyakinan berkaryanya Pram menjadi buku yang mengambil sikap menolak tuduhan sebagai komunis walau ada beberapa sikap kesastraannya bertemu secara khusus, seperti menulis bukanlah kerja salon para pesolek yang bersunyi-sunyi ria bahasa sastranya, tapi kerja dalam pusaran perikehidupan rakyat banyak yang tertindas. Posisinya pun bisa disamakan dengan John Steinbeck. Steinbeck adalah pengarang yang memperjuangkan nasib buruh tani di California dengan melukiskan kesengsaraan mereka. Seperti halnya Pram, ia menuliskan keadaan manusia yang dilupakan, yang ditindas, atau dianggap sampah oleh masyarakat. Karyanya The Graps of Wrath sempat menimbulkan reaksi dari masyarakat termasuk anggota Konggres AS. Dan tak main-main, buku ini mengantarkan Steinbeck menyandang stigma sebagai “komunis”.

Dan Pram juga bernasib sama; hanya karena ia dan buku-bukunya menyeru, menyeru, menyeru, karena revolusi menghendaki semua-mua pengorbanan.

Pram adalah buku yang sendiri yang secara kebetulan atau tidak memang condong ke kiri. Mengacu pada ucapan Njoto, salah seorang otak teks Manifesto Kebudayaan Wiratmo Sukito mengatakan bahwa Pram termasuk orang paling berbahaya, kekiri-kirian, dan akan datang masanya menjadi marabahaya bagi organisasi (Lekra atau lebih luas PKI). Pram bukannya tak sadar dengan ucapan Njoto itu dengan bukti sejumlah sinisme yang dilontarkan lewat Pojok Harian Rakjat, yang memang hanya diketahui oleh kalangan internal dalam jumlah terbatas.

Pertama-tama Lekra mengucilkan Pram dengan sejumlah prakarsanya yang tak pernah ditanggapi, bahkan diterima dengan dingin, yang sebenarnya terlalu banyak untuk diperinci. Pram juga merasa mulai tersudut dalam organisasi ketika Lekra merasa perlu menempatkan tenaga dari Jawa Tengah untuk “membantu” kerjaan Pram yang ia tahu betul sosok itu tak lain daripada melakukan tugas sebagai anjing pelacak, sedang di luar kehadiran Pram, “pembantu” itu melancarkan propaganda yang mendiskreditkannya. Bahkan ketika Pram berada dalam tahanan Salemba di Jakarta. “Ini merupakan kesadaran terlambat yang sungguh-sungguh pahit, mengingat, bahwa saya bersedia menerima pengangkatan jadi anggota pimpinan Lekra untuk diajar berorganisasi, dididik. Apa yang saya harapkan tidak pernah terpenuhi. Sampai sekarang tetap seorang individualis, dan pengalaman-pengalaman besar belakangan semakin memperkuat individualisme saya.”

Ya, Pram memang buku yang kukuh dengan sikap individualitasnya yang menjulang. Ia ingin merangkum segalanya dalam dirinya. Termasuk persepsi tentang negara, pemerintah, perilaku pembesar-pembesarnya, erangan manusia-manusia yang dibekuk olokan sebagai sampah-sampah dalam masyarakat. Ia adalah buku yang bersikap, mandiri, dan konsisten. Jasad Pram telah turun ke liang gelap. Pram tiada. Tapi bukunya tetap hadir. Pikirannya gentayangan.

Surga pun mungkin tak ada buat Pram, sebab ia memang tak hadir di sana. Pram hadir dan tertinggal di setiap nadi pembacanya yang mencintai sepenuhnya sosok-sosok yang mengembara dalam buku Pram; bahkan pembaca-pembaca terjauh yang tak pernah Pram bayangkan sosoknya.

Di hati jutaan pembacanya itulah surga terindah Pram. Dan di surga itu, Pram hadir dan suaranya menggema serta terus menyeru, menyeru, menyeru: “Angkatan muda harus bisa melahirkan pemimpin dan jangan jadi ternak saja yang sibuk mengurus diri sendiri. Angkatan muda harus bekerja dan berproduksi. Jangan jadi pengonsumsi. Negara ini sudah terpuruk karena konsumsi terus-terusan. Bahkan tusuk gigi pun harus diimpor. Memalukan.”

Karikatur: Toni Malakian

Mereka memilih untuk membenci

Sebuah Kisah dengan berbagai warna kehidupan .
hitam dan putih yang mendominasi , mungkin membuat semua terlena tanpa kesadaran atas kebahagiaan dan kehancuran yang akan menghampiri
yaaa semua jiwa menikmatinya begitupun saya .
terkadang ada juga yang berfikir bahwa ini sebuah pembodohan .
yang berkata seperti itu saya rasa memang bodoh karna tidak mau mencoba untuk mengerti dan alhasil mengeluarkan statment seperti itu
tapi nyatanya banyak apapun bait dan kalimat pertentangannya selalu saja ada hal yang membuat semua mengalaminya .
bahkan menjadi dewa yang mendominasi hidup yang tertutupi oleh egoisasi diri dan diplomasi kata yang sulit dimengerti.
saya hanya menjalani apa yang ada dihadapan saya dan menjaganya . saya menjalani apa yang saya rasa detik ini,
dan itu yang menyebabkan beberapa faktor kebenciaan walau hanya sedikit dan sesaat.
ya yang tadi adalah yang sudah terjadi, bagi saya semua itu tidak akan bisa terulang lagi walau banyak cara , keinginan .
sebenarnya bisa saja saya mengubah sedikit persepsi saya .
yaa saya rasa .. saya mampu tapi nyatanya saya tidak ingin mengubahnya .
faktanya yang saya temui sebua percaya akan kesempatan selanjutnya di faktor , cara , situasi dan objek yang sama pula .
dan dengan cara apapun unuk bisa mendapatkan kesempatan itu .
saya merasa aneh dan semakin merasa tidak adanya rasa nyaman dengan keadaan seperti ini
dengan berbagai persepsi dah pembelaan mereka untuk perubahan dan kesempatan yang mereka cari dari saya
sat semua yang mereka inginkan tidak terjamah sedikitpun
mereka memilih untuk menghindar , menutup diri , berupaya menghapus semua yang terjadi sampai membencinya
ya mungkin ini cara mereka atas semua kekecewaan mereka akan keadaan .
helloo ... bukannya  masa lalu itu sebuah kenangan yang tidak dapat hilang kecuali anda semua gegar otak .
kehilangan kesadaran berlebihan atau apa lah ..
dan bukannya itu adalah jalan untuk acuan berbagai kesalahan untuk diperaiki dengan atau tanpa struktur dan objek yang sama
saya menyakini semua bisa berjalan tanpa harus memaksa diri membenahi kesalahan dengan objek dan situasi yang sama pula .
kenapa takut untuk mencoba ?? kenapa membiarkan diri untuk menutup diri dan stak pada masa lalu ???
dan kembali semua kepada saya "Ini Pilihan Saya" dan tidak akan ada sau pun yang dapat mengubahnya
dan lagi lagi bukannya suatu privasi dan keputusan itu untuk diargai dan dihormati bukan mencampuri
anda bisa membenci tapi saya bisa lebih membenci karna anda mengganggu prifasi dan keputusan saya .

Selasa, 28 September 2010

RESULT

RESYANA EKA R 
Parang Tritis , Central Java 06 February 2010
06 February 2010 Parang Tritis , Central Java




AYU CAECILIA
06 Juni 2010 , Universitas Sebelas Maret Surakarta




BUNGA SARAH OKTAVIANY
Bunga House 




 Feel and Rest
ZARRA AMANDA PARAMADIA PUTRI 
Universitas Indonesia 





ZARRA AMANDA PRAMADIA PUTRI 
This my Projet with Jivo Husery




who and when

I hope it's you !!  but I do not know when to find you .. because I do not know who you are ??
Picture by Reza Arya

"SAY NO TO THE PAST"

sesali gak dari dlu semua ini terjadi.. siakan semua yang terlewati.. dlu acuhkan semau yang ada .. dan kini hanya sesal yang dera..  adakah waktu tuk aq perbaiki yang terlewati .. jadi keindahan yang warnai hidup ini.. takan pernah kusiakan lagi jika itu kembali .. akan ku perbaiki sampai kau kembali ke sini ..!  berbagi cerita tuk sekian lama yang ada hanya kisah hampa sakit hati ini tak mau lagi kau hampiri ,, ku tak inggin lagi bersamamu lupakan aku tak peduli meski kau ta inggin mengakhiri .. tak peduli meski kau tanggisi semua ini .. janggan di sesali walau sesak di hati mimpi yang dulu mungkin tak jadi nyata lebih baik kau pergi saja ..  semuanya berawal inidah namun tlah berakhir sudah tinggalkan dua jiwa terluka

hahaha ini apa ya .. isi curhatan masa lalu yang gak sengaja ditulis dan dibuat lagu untuk #neverhavemoney moving to FB gw lupa juga pernah sesadis sampai gak ingat pernah hadir dan melewati masa ini abis mau gimana lagi .. stories but still sweet or a bitter... past is the past  !! "SAY NO TO THE PAST"

PART OF ME

Bermain sambil belajar hahahah .. ya Mungkin sementara tapi siapa tau jadi sesuatu yang pasti dan banyak arti

hopefully yesterday, earlier, today and tomorrow everything will remain the same in the three worlds of two people one love :)
"You are at the core in my world "

Senin, 27 September 2010

I COME TO YOUR WORLD

Mungkin ini Deskripsi sebuah kalimat sederhana
namun untuk saya ini adalah kunci dalam keberhasilan segala hal walau ini hanya awal .
tapi saya rasa banyak jiwa yang tidak paham akan kebait kalimat ini .
rangakian kalimat ini memang mendasari emua langakah saya ..
untuk sebuah awal .. proses ..dan hasil
mulai dari hal kecil tentang sebuah pembelajaran yang dianggap spele bahkan tidak terfikirkan sama sekali .
sampai menciptakan dunia baru yang nyatanya tidak saya sukai ..
kalimat ini yang membantu menginggatkan menuntut pribadi saya ..
mempelajari sedikit banyak siapa anda bagaimana dan mengapa anda ..
paling tidak ini kunci untuk yang sulit bersosialisasi .
sulit berkomunikasi dengan sesama dan menjalin apapun statusnya dengan sesama
mempermudah segala hal .. ya .. mengubah kata "WELCOME TO MY WORLD " saya rasa lebih baik "I COME TO YOUR WORLD"

Bagian Dari Kamu

Dia menyatakan dan aku percaya . Tapi ketika aku berusaha menemukan kesungguhan matanya , dia malah memasang kaca mata hitam untuk menyembunyikan yang dia simpan .

HANTU

Jiwa ketenangan , kenyamanan , sederhana , menakutkan , penuh misteri dan sebuah kebiasaan untuk berkata "I DONT CARE"
Sebuah Kejujuran tanpa saya tau pasti "menggapa harus anda"
bahwa kau "INSPIRASI"
tidak ada jawaban pasti atau pertanyaan yang pantas untuk menjawab semuanya
whatever ..
dulu pernah saya coba atau pastinya sampai detik ini saya masih tergugah untuk memaksa fikiran saya memecah "siapa anda sebenarnya"
tapi nyatanya sampai detik ini saya tidak sama sekali sedikitpun berhasil menjawab pertanyaan saya sendiri .
hebat .. anda hebat sampai yang keluar dari bibir saya hanyalah bahwa anda "Pecundang Besar"
Biarlah .. Mungkin itu satu-satunya cara saya mengartikan siapa anda .
bagaimanapun awalnya , perjanjian yang pernah ada , disengaja atau tidak , ingat atau tidak yang lalu , sekarang , sampai nanti
buat saya semua akan tetap sama akan tetep berlaku ..
hantu yang terus mengiringi saya menghantu datang dan hilang secara tiba-tiba pada saat yang tidak diinginkan
tapi faktanya kehadiraan anda adalah kejutan yang sangat tidak saya harapkan
namun anda pemberi pelajaran engan cara yang saya sukai .
jadi ?? bagaimana saya dapat membenci sosok hantu seperti anda kalau saya menyukai setiap cara yang tidak disengaja dikehadiran anda #wft

Aku dan Pertanyaanku

Nganga luka ini semakin nyata. Derita akan sebuah pesona kemewahan.
Hamparan kemulyaan yang terbungkus oleh kemurahan senyuman, kelembutan
pengertian, juga indahnya ucapan. Gerus rasa di jiwa seketika. Kau
tancapkan pedang dikala risauku mulai tak karuan. Tersungkur sendirian
melewati pekatnya malam. Aku terjaga dengan ribuan kegundahan.
Kekosongan akan cara mengukur kehancuran, keruntuhan akan padamnya asa.
Getir dan hampa ..
Aku, disini – dengan rasa penasaran hebat. Mempertanyakan, cerita apalagi yang akan dibawa mentari pagi.
Aku dan ‘belati’. Aku dan ‘kemungkinan’. Aku dan ‘sunyi’. Aku dan ‘kehampaan’. Berdiri bersebelahan dengan rentannya ‘kematian’…
Aku, yang mereka bilang – gambaran kesendirian!
Susahnya mencari sebentuk mimpi indah. Ternyata,
membawaku ke lembah hebatnya gundah. Penghayatan akan resah. Menyelamatkan diri
melalui hisapan rokok. Hembuskan asap dalam ketenangan. Kegamangan bahkan.
Tenang tapi menenggelamkan. Fokus memikirkan
penyelamatan akan sebuah kisah. Laju maju ataupun mundurnya perasaan. Ketika
tak ada hal yang harus aku pikirkan ketika menatap kosong lembaran berwarna
putih ini. Satu-satunya cara menyelamatkan diri hanyalah menuliskan setiap
fakta kehidupan yang, sungguh, tak mau aku simpan. Aku tak mau berdiam diri
saja. Dan tak mungkin bisa.
Ribuan kali aku coba bertahan, dan disaat yang bersamaan kau
selalu meyakinkan. Mengulurkan tangan. Menyajikan manis dibelantara kepahitan.
Menghapus bayang-bayang kerapuhan. Tapi, kini, semua berkebalikan. Bahkan, kau tak
disini, meski hanya untuk melihatku terjatuh. Merasakan sedikit penderitaan
masamku-pun, TIDAK !!!

Still Be Patient and Try To Find a Way Out

berawal dari sebuah kegagalan dan kini terus berjalan berkepanjangan .
meninggalkan trauma rasa iri dan kemurungan yang berlebihan .
bisa dikatakan keputusasaan .kini masih berdiri dan berjalan di seutas tali dan setiap melangkah terjatuh dan terjatuh lagi .
mencoba bangkit dah kuatkan diri lagi lagi dan lagi .

keputusasaan ini mengalahkan semuanya .
disaat memberanikan diri dan yakin akan langkah . lagi lagi dia ia yang selalu sadarkan bahkan MEMATIKAN !!
kalau saja semua ini bukan dasar kepedulian dan rasa sayang
dipastikan saya sudah pergi dan Berlari sebisa saya jauhi semua ini
tapi nyatanya sampai detik ini saya masih bertahan
mencoba wujudkan keyakinan akan PERUBAHAN .